Selasa, 08 November 2011

Teknik Inokulasi Gaharu


Lubang itu teramat mungil: diameter 2 mm dan kedalaman 5 mm. Bekas gerekan serangga Zeuzera conferta di batang karas itu menjadi gerbang bagi cendawan penghasil gaharu. Dengan lubang mini itulah justru Erdy Santoso memanen gaharu hanya dalam waktu setahun; lazimnya, 3 tahun pascapenyuntikan.
Erdy Santoso, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam itu menerapkannya di beberapa pohon karas Aquillaria malaccensis milik Johny Wangko. Setahun kemudian pada penghujung Maret-April 2008, Johny memanen 15 kg kamedangan. Kamedangan adalah gaharu kelas tiga yang dijual US$150 setara Rp1,35-juta per kg. Artinya pekebun gaharu di Desa Serdang, Bangka Selatan, itu meraup omzet Rp20-juta dari penjualan 15 kg kamedangan.
Yang menggembirakan tentu saja bukan hanya uang segunung itu. Namun, bagi Johny adalah singkatnya waktu panen yang Cuma setahun. Bandingkan dengan pekebun lain yang panen 2-3 tahun pascapenyuntikan cendawan. Singkatnya waktu panen itu berkat inspirasi serangga Zeuzera conferta yang membuat lubang mini di permukaan batang karas alias gaharu. Selama ini teknologi untuk menginokulasi gaharu dengan cara menggergaji batang sedalam 1 cm secara zigzag.
Perbanyak lubang
Pekebun yang menerapkan teknologi lubang besar berkedalaman 1/3 diameter batang itu baru dapat menuai gaharu setelah 3 tahun. Menurut Dr Irnayuli R Sitepu, ahli bakteri, lubang besar memudahkan masuknya berbagai serangga dan jasad renik lain yang bersifat patogen. Lubang besar juga memicu pohon lapuk. ‘Akibatnya pohon busuk dan mati,’ ujar doktor alumnus Hokaido University itu. Lubang kecil justru mempunyai banyak kelebihan.
Pertama karena menghemat inokulum alias cendawan yang akan disuntikkan ke dalam lubang. Menurut Ir Ragil SB Irianto MSc, ahli gaharu, lubang 2 mm memerlukan 1 cc inokulum; lubang 1 cm 5 cc. Inokulum dijajakan dalam kemasan 300 cc dengan harga Rp50.000. Lubang kecil memang mengakibatkan lamanya waktu virulensi. Oleh karena itu, ‘Saya perbanyak jumlah lubang,’ kata Erdy.
Pohon setinggi 4 m, misalnya, terdiri atas 300 lubang. Erdy membuat lubang-lubang itu dengan bor. Poros lubang zigzag dengan jarak 5-10 cm agar, ‘Gaharu yang terbentuk berkumpul dan membentuk lingkaran,’ ujar peneliti gaharu sejak 1984 itu. Dengan lubang zigzag, praktis semua bagian pohon terinfeksi cendawan yang pada akhirnya membentuk gaharu.
Ahli patologi hutan itu juga menyuntikkan cendawan di bagian akar. Ia menggali akar yang terpendam dalam tanah dan mengebornya. Cara dan jarak pengeboran sama dengan pembuatan lubang di batang. Setelah cendawan disuntikan ke akar, ia menutupnya dengan parafi n untuk mencegah masuknya mikroorganisme patogen.
Cendawan top
Rahasia sukses panen cepat gaharu itu juga berkat cendawan unggul koleksi Erdy. Pria 50 tahun itu mengumpulkan cendawan dari 17 provinsi seperti Jambi, Gorontalo, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat. Dari 23 cendawan yang biasa menginfeksi gaharu, Erdy menemukan 4 unggulan. Semua bergenus Fusarium. Sayang, Erdy enggan mengungkap spesies cendawancendawan itu lantaran tengah dipatenkan.
Perpaduan antara cendawan dan teknik suntik terbaru itu menghasilkan proses infeksi lebih cepat. ‘Sebulan setelah penyuntikan, sekitar lubang sudah tampak kehitaman,’ kata Johny Wangko yang menerapkan temuan Erdy. Setahun kemudian, 1-2 kg resin gaharu bisa dipanen. Kayu terinfeksi itu berwarna hitam dengan gurat-gurat putih samar. ‘Jika dibiarkan 1-2 tahun lagi, gaharu yang terbentuk akan lebih banyak dan lebih hitam,’ katanya.
Menurut Drs Yana Sumarna MSi, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, proses terbentuknya gaharu akibat pohon terluka dan terinfeksi patogen. Mekanisme proses fi siologis terbentuknya gaharu dimulai dari masuknya mikroba penyakit ke dalam jaringan kayu. Untuk mempertahankan hidup dan perkembangannya, mikroorganisme itu memanfaatkan cairan sel jaringan pembuluh batang sebagai sumber energi. Secara perlahan, efek hilangnya cairan sel menurunkan kinerja jaringan pembuluh dalam mengalirkan hara ke daun.
Sel-sel yang isinya sudah dikonsumsi mikroba itu akan membentuk suatu kumpulan sel mati pada jaringan pembuluh. Akibatnya, fungsi daun dalam memproses hara menjadi energi pun terhenti sehingga daun menguning dan tanaman mati. Secara fisik, cabang dan ranting mengering, kulit batang pecah, dan mudah dikelupas. Kondisi itu merupakan ciri biologis pohon yang menghasilkan gaharu. Singkatnya, gaharu terbentuk sebagai hasil respon tanaman terhadap infeksi patogen, luka, atau stres. (Lani Marliani)
(Sumber  : www.trubus-onlain.co.id  2 Mei 2008)


Gambar proses pengeburan batang pohon penghasil gaharu dengan bor listrik diameter 8 mm


Gambar penyuntikan inokulan fusarium ke pohon


Gambar hasil inokulasi setelah 3 bulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar